Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Minggu, 15 Februari 2009







KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan. Selama manusia hidup pasti membutuhkan makan. Oleh karena itu ketersediaan pangan harus selalu dilakukan dengan perhatian yang sangat serius oleh pemerintah. Selain harus tersedia, pangan juga harus aman. Pangan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan perut saja (asal kenyang) tetapi hal-hal yang berkaitan dengan gizi, higien, dan keamanan harus selalu dijaga dan terus dikembangkan.

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau ( PP RI No.68 Thn 2002 Tentang Ketahanan Pangan ). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. (UU RI No.7 Thn.1996 Tentang Perlindungan Pangan)

Ada tiga pilar yang berperan dalam mengatasi masalah ketahanan dan keamanan pangan. Tiga pilar itu adalah pemerintah, produsen, dan konsumen. Peran pemerintah dalam menjaga ketahanan dan keamanan pangan adalah menyediakan peraturan pangan dan menegakkan hukum, membimbing industri/perdagangan, pendidikan bagi konsumen. Peran produsen/industri adalah penerapan cara-cara yang baik untuk produsen dan distributor, jaminan mutu dan pengawasan pangan olahan, pengolahan dan teknologi yang tepat, manajemen yang baik. Dan peran konsumen adalah selektif dan waspada, cara penanganan pangan yang aman di rumah, aktif/berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tentang pangan.

Menurut data statistik tahun 2002, dari 216 kasus penolakan pangan yang diekspor Indonesia ke AS pada 2002, sebanyak 83% atau 181 kasus ditolak dengan alasan kotor atau dekil, dimana persentase alasan ini tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Sementara khusus untuk makanan kaleng, berdasarkan data pada 2000-2002 alasan kotor hanya 48,2%, sisanya 36,5% karena barang telah dikirim sebelum proses selesai dievaluasi, 14,1% bahkan mengekspornya sebelum mendaftar, sementara 4,7% ditolak karena tidak ada label nutrisi dan 2,4% karena tak ada label lainnya.

Itulah wajah dunia pangan Negara kita. Sungguh mengenaskan melihat data-data yang ada. Ternyata Indonesia belum mampu untuk mengekspor pangan yang di produksi. Data ekspor tersebut perlu dipertanyakan, ekspor saja ditolak karena tidak higien Maka dari itu perlunya kerja keras dari ketiga pilar (pemerintah, industry, konsumen) sehingga menghasilkan pangan yang cukup, aman, dan bergizi


_MR_

Tidak ada komentar: