Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Sabtu, 14 Februari 2009

KONTROVERSI FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

Dunia perfilman Indonesia kini kembali menuai kontroversi. Biasanya tema perfilman yang sering menjadi polemik adalah tema percintaan atau yang berbau pornografi. Kini tema film yang dianggap kontroversi oleh sebagian kalangan adalah tema yang berhubungan dengan keagamaan. Film yang berjudul perempuan berkalung sorban ini banyak yang mengeritik bahwa film ini telah melecehkan umat Islam. Seperti apa kesalahan yang terjadi dalam film ini saya tidak tahu persis, karena belum menonton film tersebut. Tetapi penulis ingin mencoba membagi pengetahuan kepada para pembaca dari berita-berita yang penulis dapatkan.

Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Seorang sutradara muda yang sekarang ini sedang mengalami masa puncak kariernya. Sutradara yang telah banyak mendapatkan prestasi hasil karya filmnya seperti Get Married (hm..jd inget program HRD FR dulu yaitu Get Mabit,tapi ga boleh dijalankan), Tarix Jabrix, dan Ayat-ayat Cinta yang ditonton oleh jutaan lebih rakyat Indonesia di bioskop, dan yang terakhir yaitu perempuan berkalung sorban. Hasil karya yang terakhir inilah yang menjadi perdebatan di kalangan dunia perfilman. Actor kawakan dan sekaligus sutradara Dedi Mizwar angkat bicara mengenai kasus ini. Dedi Mizwar mengatakan cerita yang disajikan dalam film itu sangat menyudutkan Islam. Deddy menyebutkan, fikih-fikih Islam yang dihadirkan dalam Perempuan Berkalung Sorban cenderung tak jelas serta memiliki penafsiran sepihak saja.Sehingga, bisa menyudutkan pihak lain, terutama dari kalangan Islam Salafiah. Seharusnya dalam mengkritisi Islam dengan kearifan sehingga tidak menimbulkan mudharat, kata pemeran Nagabonar ini. Mau tahu hal-hal pa saja sih yang membuat film ini menjadi kontroversi?Ini dia beberapa adegan atau dialog yang mendapat protes keras dari para ulama dan kalangan lain yaitu ;

1. Seolah-olah Islam mengharamkan perempuan keluar rumah, baik untuk bekerja maupun belajar. Padahal, Islam tak melarang perempuan untuk keluar rumah. (Menit ke-16 dan 20).

2. Orang tua Annisa yang seorang kiai melarang keras Annisa menunggang kuda dengan alasan perempuan tidak pantas menunggang kuda dan hanya laki-laki yang boleh.

3. Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, terlihat jelas dalam adegan pemilihan ketua kelas di sekolah Annisa saat duduk di sekolah dasar. Meski dia menang, lalu dianulir. Hal itu dibenarkan kiai.

4. Kiai sebagai pemimpin pesantren digambarkan materialistis.

5. Seolah-olah Islam membenarkan tindakan kekerasan terhadap istri dengan berdasarkan pada kitab-kitab kuning.

6. Ayat-ayat Alquran ditampilkan sebagai pembenaran atas perilaku salah. ( 6 point di atas sumbernya dari : www.republika. co.id )


Kontroversi ini melibatkan perang polemik di antara dua golongan. Golongan pertama ( kelompok yang pro dengan film itu ) berasal dari tim pembuat film dan para simpatisan/pendukung hanung, serta para aktivis yang mengatasnamakan aktivis perempuan. Golongan kedua (kelompok yang kontra) berasal dari para kiayi/ulama, MUI, dan budayawan Islam. Menurut pendapat golongan yang kontra, film itu sudah merusak nama baik Islam, khususnya pencitraan pesantren yang digambarkan telah mendeskriminasikan peremuan. Padahal menurut mereka kenyataan di pesantren tidak seperti itu. Justru di Pesantren menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan hak-hak perempuan. Golongan yang pro pun tidak mau disalahkan. Pembuat film ini sebelumnya telah melakukan survey atau penilitian di pesantren-pesantren. Dan katanya memang ada pesantren yang ulamanya bersikap demikian. Hal lain yang menjadi kontroversi adalah adanya pihak pembuat film telah melakukan semacam “pembodohan kaum awam” dalam memunculkan dalil-dalil hadits. Padahal dalil-dalil yang dikeluarkan harus perlu pengkajian yang lebih dalam sehingga aspek tekstual dan kontekstual makna hadits menjadi jelas.


Nah…itulah beberapa hal yang menjadi perhelatan kontroversi. Setidaknya dari kejadian ini semua pihak yang terlibat dalam dunia perfilman lebih hati-hati lagi dalam menyajikan sebuah film. Agar tidak ada pihak/golongan yang merasa difitnah atau dirugikan sehingga memberikan pemahaman yang benar kepada seluruh lapisan masyarakat ( baik awam maupun yang mengerti ). Mungkin sebenarnya niatan dari pembuat film ini baik yaitu untuk mengajarkan kapada penonton bahwa inilah Islam agama rahmatan lil’alamin. Yang tidak mengekang hak-hak perempuan. Tetapi karena tidak adanya pertimbangan-pertimbangan lain misalnya akan terjadi kehancuran image pesantren, mendapat protes keras dari kalangan orang-orang yang merasakan indahnya di pesantren. Jika memang ingin mengangkat derajat perempuan sebaiknya jangan membawa-bawa sebagian kecil/satu kasus kecil yang terjadi di antara sekian banyak hal-hal baik. Misalnya di film itu lebih banyak menceritakan kesalahan-kesalahan di lingkungan pesantren. Padahal banyak sekali hal-hal kebaikan yang diajarkan disana. Wallahu’alam…


_MR_

Tidak ada komentar: